Senin, 30 April 2012

MODEL PEN GEMBANGAN ALAT PERMAINAN EDUKATIF BERBASIS SOSIAL BUDAYA PADA PEMBELAJARAN ANAK DIDIK KELOMPOK BERMAIN


MODEL PEN GEMBANGAN ALAT PERMAINAN EDUKATIF BERBASIS SOSIAL BUDAYA PADA PEMBELAJARAN ANAK DIDIK KELOMPOK BERMAIN

Oleh:  Prof. Dr. H. Anwar Hafid, M.Pd; Dr. H. Mursidin T., M.Pd;
Drs. H. Husain Ibrahim, S.Pd., M.Pd.

Abstrak:  Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan alat permainan edukatif yang mudah diperoleh, murah harganya dapat meningkatkan kecerdasan natural anak, meningkatkan kreativitas pendidik, mengembangkan budaya daerah, sehingga lebih bermakna dan dapat memupuk semangat kebangsaan dan cinta tanah air. Metode yang digunakan dalam penelitian ini desain penelitian dan pengembangan. Subjek penelitian terdiri atas  dua Kober (Kelompok Bermain) di wilayah Kota Kendari dan 2 Kober wilayah Kabupaten Kolaka. Pengumpulan data, terdiri atas: pengamatan, dan wawancara, sedangkan analisis data dilakukan secara kualitatif.  Hasil penelitian menunjukkan: Pertama,  alat permainan edukatif yang dikembangkan mudah memperoleh bahan bakunya yang berasal dari alam sekitar peserta didik, dan anak senang memainkannya. Para pendidik, selain berhasil mengembangkan dua permainan tradisional berbasis sosial budaya, juga ada pendidik yang berhasil mengembangkan bahan belajar lain dengan memanfaatkan potensi alam sekitar Kober. Kedua, pengembangan alat permainan edukatif  yang berbasis pada budaya dan potensi lingkungan alam sangat disenangi oleh anak didik, sehingga memudahkan pencapaian tujuan dan memberi peluang terhadap munculnya dampak pengiring berupa produk budaya. Ketiga, Alat permainan yang dikembangkan pengadaannya mudah dan murah dibanding dengan alat permainan non-tradisional, dan dapat dikembangkan untuk dijual di pasaran sehingga memberi nilai ekonomi bagi yang mengembangkannya.

Kata Kunci: Pembelajaran, permainan edukatif, berbasis sosial budaya, kecerdasan naturalis.

Abstract: Early childhood education in the form of Kober is very potential, when linked with efforts to increase the naturalist intelligence of children, as socio-cultural environment is rich with traditional games. The game can be developed by exploiting the natural potential to become learning materials in Kober. This research aims to develop tools of educational games that easily made available and relatively low cost. This will increase the natural intelligence of children, improve education creativity, develop local culture to be more meaningful and to foster a spirit of nationalism and love of the homeland, as well as provide economic value for Kober. This study was designed by using research and development. The subject of the research consisted of two Kober in Kendari city and 2 districts kober in Kolaka. Every region selected one Kober each characterized by urban and rural. Furthermore, each Kober develop at least two tools of educational games in collaboration with parents, and community. Data collection consisted of observations and interviews, while data analysis was qualitative. The results showed: first, all the four Kobers have developed as many as 12 types of educational games from which the result preferred by the students. This game can introduce children to the surrounding natural environment through the tools used in the game to easily develop naturalist intelligence of children. Second, the development of game tools based on social and natural environment to facilitate achievement of goals and better accompaniment in the form of cultural products. Third, game tools can be developed easily and cheaply compared with non-traditional game tools, and get a much better response from children out of Kober, because both the shape and the way to play it is more interesting, and therefore it has economic value for the play group.
Key Word: Instruction, educational games, besed on socio-cultural, naturalist intelligence.

LATAR BELAKANG
Manusia memiliki berbagai potensi untuk berkembang baik secara fisik maupun psikis. Salah satu potensi utama manusia adalah otak yang berfungsi mengatur irama dinamika manusia. Otak manusia bersifat hologram yang dapat mencatat, menyerap, menyimpan, memproduksi, dan merekonstruksi informasi. Kemampuan otak yang dipengaruhi oleh kegiatan neuron ini tidak besifat spontan, tetapi dipengaruhi oleh mutu dan frekuensi stimulasi yang diterima indera. Stimulasi pada tahun-tahun pertama kehidupan anak sangat mempengaruhi struktur fisik otak anak, dan sulit diperbaiki pada masa-masa kehidupan selanjutnya. Implikasinya adalah bahwa anak yang tidak mendapatkan lingkungan yang merangsang pertumbuhan otak atau tidak mendapatkan stimulasi psikososial seperti jarang disentuh atau jarang diajak bermain, akan mengalami berbagai penyimpangan perilaku. Penyimpangan tersebut dapat berbentuk hilangnya citra diri yang berakibat pada rendah diri, sangat penakut, dan tidak mandiri, atau sebaliknya menjadi anak yang tidak memiliki rasa malu dan terlalu agresif. Bentuk penyimpangan lainnya adalah "dysplasia", sulit berkonsentrasi, menderita autis, sulit memahami perintah, depresi, mental retardasi, sulit bersosialisasi, dan sulit mengontrol perilaku (http://www.pikiran-rakyat.com/cetak /0902/09/teropong/lain01.htm, 14 Maret 2007).
Stimulasi psikososial untuk merangsang pertumbuhan anak tidak akan memberikan arti bagi masa depan anak jika derajat kesehatan dan gizi anak tidak menguntungkan. Pertumbuhan otak anak ditentukan oleh bagaimana cara orangtua mengasuh dan memberi makan serta menstimulasi anak pada usia dini yang sering disebut critical period ini. Gizi yang tidak seimbang, maupun gizi buruk, serta derajat kesehatan anak yang rendah akan menghambat pertumbuhan otak, dan pada gilirannya akan menurunkan kemampuan otak dalam mencatat, menyerap, menyimpan, memproduksi dan merekonstruksi informasi.
Orang tua dan orang-orang yang terdekat dengan anak, memberi pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak. Hasil penelitian yang dilakukan The Reiner Foundation tahun 1999, menyebutkan 10 hal yang dapat dilakukan orang tua untuk meningkatkan status kesehatan dan perkembangan otak. Hal itu dilakukan dengan cara memberi rangsangan berupa kehangatan dan cinta yang tulus, memberi pengalaman langsung dengan menggunakan inderanya (penglihatan, pendengaran, perasa, peraba, penciuman), interaksi melalui sentuhan, pelukan, senyuman, nyanyian, mendengarkan dengan penuh perhatian, menanggapi ocehan anak, mengajak bercakap-cakap dengan suara yang lembut, dan memberikan rasa aman. Sentuhan tersebut sangat membantu dalam menstimulasi otak menghasilkan hormon yang diperlukan dalam perkembangan (http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/0902/09/teropong/ lain01.htm, 14 Maret 2007).
Pengembangan kecerdasan natural anak Kober (Kelompok Bermain) sangat penting karena akan menentukan perkembangan anak selanjutnya. Masa ini merupakan masa yang tepat untuk meletakkan dasar-dasar pengembangan kemampuan fisik, bahasa, sosial emosional, konsep diri, seni, moral dan nilai agama. Sehingga upaya pengembangan seluruh potensi anak usia dini harus dimulai agar pertumbuhan dan perkembangan anak tercapai secara opfimal (Direktorat Padu, 2002: 1; Anwar, 2004a: 6).
Hal ini sesuai dengan hak anak, sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak bahwa setiap anak berhak untuk hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Salah satu implementasi dari hak warga negara, setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya.
Kelompok Bermain adalah salah satu bentuk layanan pendidikan bagi anak usia 3-6 tahun yang berfungsi untuk membantu meletakkan dasar-dasar ke arah perkembangan sikap, pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan bagi anak dini usia dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan untuk pertumbuhan serta prkembangan selanjutnya, termasuk siap memasuki pendidikan dasar.
Tujuan pendidikan Kober mengembangkan berbagai potensi anak sejak dini sebagai persiapan untuk hidup dan dasar menyesuaikan diri dengan lingkungannya, termasuk siap memasuki pendidikan dasar (Direktorat Padu, 2002: 3). Untuk mencapai tujuan pembelajaran di Kober pendekatan harus didasarkan pada kebutuhan anak, menggunakan berbagai media dan sumber belajar baik, yaitu belajar dari sumber belajar yang sengaja disiapkan maupun yang berasal dari lingkungan alam sekitar (Direktorat Padu, 2002: 5). Melalui strategi pembelajaran itu, maka aspek-aspek yang dikembangkan adalah: (1) moral dan nilai-nilai agama, (2) fisik, (3) bahasa, (4) kognitif, (5) sosial emosiaonal, dan (6) seni. Selain itu, juga perlunya pengembangan manajemen pembelajaran yang mencakup pengembangan metodologi pembelajaran, pengembangan sarana dan bahan belajar, termasuk bacaan anak, pengembangan permainan dan alat permainan, termasuk penggalian permainan tradisional, serta pengembangan evaluasi tumbuh kembang anak dini usia (http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/0902/09/teropong/lain01.htm, 14 Maret 2007). Meskipun anak dilahirkan dengan suatu bekal kemampuan, tetapi perlu didukung oleh keluarga dan lingkungannya agar ia tumbuh menjadi manusia dewasa yang berkualitas (Anwar, 2004a: 12).
Hasil penelitian Anwar (2009: 32) menemukan bahwa di Kota Kendari dan Kabupaten Kolaka terdapat 45 permainan sebagai APE-BESBUD (Alat Permainan Edukatif-Berbasis Sosial Budaya) pada 5 kelompok permainan tradisional, masing-masing: 1) permainan ketangkasan menangkap binatang liar sebanyak 8 jenis, 2) permainan ketangkasan fisik sebanyak 5 jenis, 3) permainan keseimbangan badan sebanyak 9 jenis, 4) permainan otot sebanyak 13 jenis, dan 5) permainan yang mengandalkan otak/ketangkasan sebanyak 10 jenis. Sebanyak 45 jenis permainan dari 5 kelompok tersebut, tidak semua relevan untuk dikembangkan bagi anak Usia Kober. Dalam proses diskusi lebih lanjut dengan pendidik Kober disepakati masing-masing Kober mengembangkan 2 jenis permaian. Hasilnya ada 8 jenis alat permainan yang telah dikembangkan, yaitu: (1) Permainan Mekuo-kuo, (2) permainan kalego, (3) permainan mehule, (4) permainan tinggo kasu, (5) permainan tinggo ulo, (6) permainan patolele/mesuke, (7) permainan dongga-dongga, dan (8) permainan galaceng
APE (Alat Permainan Edukatif) yang mengakar pada sosial budaya masyarakat sekitar yang telah diperkenalkan kepada peserta didik memperoleh sambutan yang baik dari mereka. Untuk itu perlu dikembangkan baik jumlah maupun dalam bentuk aplikasi dalam pembelajaran inovatif, sehingga dapat meningkatkan kecerdasan naturalis anak. 
Jika unsur budaya itu dapat dikembangkan, maka ada beberapa keuntungan yang bisa diperoleh, seperti: (1) nilai edukatif (pengetahuan dan keterampilan), nilai etika (sikap positif), (2) nilai ekonomi yaitu dengan modal yang kecil dapat memperoleh bahan belajar yang potensial, di pihak lain dapat dikembangkan untuk dijual di pasaran. Bagi anak didik dapat mengembangkan kecerdasan naturalis mereka sesuai potensi dan bakat anak, tanpa harus dihambat akibat keterbatasan alat permainan di lembaga pendidikannya. Dalam jangka panjang akan mengembangkan kecakapan hidup (life skills) khususnya vocational skills (Anwar, 2004b: 27). Melalui kreasi dari APE tersebut, akan menjadi bekal kelak setelah dewasa untuk melakukan kreasi, sehingga sejak awal anak sudah dididik mencintai dan mengembangkan lingkungannya. Pengembangan APE ini menjadikan anak dekat dengan lingkungannya yang memudahkan untuk memelihara dan melakukan kreasi tampa harus merusak lingkungannya. 
Penelitian ini bertujuan untuk merancang dan mengembangkan suatu model Permainan Edukatif Berbasis Kontekstual yang bersumber dari latar belakang sosial budaya masyarakat setempat. Tujuan tersebut dapat dikembangkan menjadi tujuan edukatif, tujuan sosial budaya, dan tujuan ekonomi.

METODE PENELITIAN
Secara metodologis penelitian ini dilaksanakan melalui prosedur penelitian dan pengembangan (research and development) yang mengadaptasi model Borg dan Gall (1989: 784) dari 10 tahap menjadi 7 tahap. Penelitian ini telah dilaksanakan selama 2 tahun, dengan alur digambarkan sebagai berikut:

        TAHUN I                                                                             TAHUN II
     (Sudah Selesai)






 

 


 


     Perencanaan                                                                   Implementasi:
   Identifikasi kebutuhan/                                                      Uji coba terbatas,
   Temuan terdahulu                                                              monitoring dan
   Potensi Kober/Sosbud                                                       evaluasi
   Untuk Merancang APE
   dan Juknisnya                                                                                                                                                                                                                  Model APE    


 
                                                                                          dan Juknis program
                                                                                              yang telah direvisi

      Pengorganisasian                                                                      


 

 
   Pengelompokan  Kober                
   dan Jenis Permainan,                    
     Berdasarkan Potensinya                                                     Pengembangan
                                                                                                Uji Coba Terbatas,     
                                                                                                monitoring, dan
evaluasi

    Perumusan Model
    Konseptual                                                                         Model APE dan
                                                                                                 Juknis program
yang telah direvisi


Gambar 1. Kerangka Pelaksanaan Penelitian

Tahap perencanaan dan Tahap pengorganisasian,  sudah dilaksanakan pada Tahun I (2009). Untuk Tahun II (2010) dilaksanakan sebagai kelanjutan Tahun I, yaitu: Tahap implementasi, melalui uji coba terbatas tentang kelayakan dan kesesuaian suatu model yang dirancang dengan karakteristik Kober yang ada di perkotaan dan di pedesaan. Melalui monitoring dan evaluasi diperoleh fakta konkrit tentang masalah-masalah yang dihadapi di lapangan. Hasil uji coba digunakan untuk bahan evaluasi dan revisi model/juknis yang lebih menyeluruh guna perbaikan model selanjutnya. Tahap pengembangan, adalah ujicoba model tahap kedua kepada subjek yang lebih luas, diikuti dengan monitoring, refeleksi, dan evaluasi. Akhirnya menghasilkan model pengembangan APE pada Kober di daerah perkotaan dan pedesaan, serta juknis pelaksanaannya, sehingga melahirkan suatu model aplikatif sekaligus menjadi rekomendasi utama hasil penelitian ini.
Subjek penelitian adalah Kober yang ada di wilayah Kota Kendari dan Kabupaten Kolaka. Setiap daerah tetap dipertahankan dua Kober yang telah dipilih pada Tahun I. karena setiap Kober telah mengembangkan 2 APE pada Tahun I, maka pada Tahun II juga mengembangkan minimal dua APE lagi yang dilakukan oleh pendidik bekerja sama dengan masyarakat dan atau orang tua anak didik. Setiap APE diuji cobakan dalam pembelajaran di lingkungan Kober selanjutnya dilakukan evaluasi untuk melihat efektivitasnya dalam meningkatkan kecerdasan natural anak.
Pengumpulan data tahap kedua, difokuskan pada kegiatan monitoring dan evaluasi terhadap uji coba model pengembangan APE dan Juknisnya. Instrumen/Teknik pengumpulan data, terdiri atas: (1) pedoman pengamatan, (2) pedoman wawancara, (3) pedoman studi dokumen, dan (4) diskusi terfokus. Secara umum data yang dikumpulkan dalam penelitian tahap kedua, selanjutnya digunakan sebagai bahan untuk memformulasi model pengembangan APE yang komprehensif dan aplikatif, serta dijadikan dasar untuk merumuskan rekomendasi.
            Prosedur analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik deskriptif kualitatif dengan menggunakan model analisis domain dan taksonomi (Spradley, 1980: 87). Analisis domain, dilakukan  baik dengan menggunakan folk terms, analytic terms, maupun mixed terms (Spradley, 1980: 93).
Analisis taksonomis,  sebagai kelanjutan dari analisis domain, kegiatan dalam tahapan ini adalah mengkategorikan domain berdasarkan hubungan semantik tunggal. Dalam hal ini dicari bagian-bagian dari kegiatan belajar, hubungan di antara bagian-bagian dan hubungan keseluruhannya. Dari gambaran kegiatan belajar secara keseluruhan, selanjutnya diperikan bagian-bagian dasar dari domain dan unit lebih kecil yang membentuk suatu domain.  Hasil penelitian ini, menemukan model Pengembangan Model Pembelajaran Melalui Pemanfaatan Alat Permainan Edukatif Berbasis Sosial Budaya untuk Meningkatkan Kecerdasan Naturalis pada Anak Didik Kelompok Bermain yang siap diimplementasikan.

HASIL DAN PEMBAHASAN
A.      Deskripsi Hasil Penelitian
1.    Kelompok Bermaian Anawai
Kober Anwai yang terletak di Pusat Kota Kendari sedang mengembangkan 2 permainan tradisional yang mencoba memadukan unsur tradisional dengan unsur-unsur modern dan cenderung tidak hanya terikan dengan budaya Tolaki, karena latar peserta didiknya beragam, sehingga berusaha mengambil unsur-unsur dari latar budaya masyarakat di sekitanrnya, yaitu: Tolaki, Bugis-Makassar, Muna, dan Buton.

a.    Pogolu (Main Bola)
Pogolu (main bola) adalah salah satu permainan semi tradisional. Permainan ini banyak  digemari anak-anak serta orang dewasa, baik di daerah Muna maupun daerah lain di Sulawesi. Sifatnya  praktis, sederhana serta tidak butuh biaya. Dilakukan secara berkelompok 2-4 orang tergantung kesediaan ketua kelompoknya. Alat permainan yang digunakanpun sangat sederhana mudah diperoleh disekitar tempat tinggal anak.
Peralatan Permaina, (1) Buah pinang sebagai bola, papan sebagai lapangan, potongan-potongan bambu sebagai pemain, lem atau paku serta karet gelang sebagai gawang untuk memasukan bola atau buah pinang. (2) Jumlah alat untuk kedua tim cukup satu macam saja dengan potongan-potongan bambu tadi yang mewakili setiap pemain.
Cara memainkan: Peraturan yang diterapkan dalam permainan ini sama dengan permainan bola pada umumnya dengan jangka waktu permainan 2 x 10 menit pergroup dan apabila selama itu belum ada yang dapat memasukan bola kedalam gawang lawan maka pemain dapat digantikan dengan kelompok  berikutnya (dopololi). Namun apabila salah satu tim dapat memasukan bola (defopesua), maka yang kalah akan digantikan oleh tim yang lain (pobansuleki). Permainan ini membutuhkan kesabaran dan kekompakan setiap pemain, diawali dengan penentuan tim siapa yang berhak memulai duluan (lahae somampeno wawo): (a) dapat dilakukan dengan kesepakatan, dan (b) melalui sut. Ketiga, Permainan diawali oleh tim pertama dengan menendang bola atau buah pinang yang berada di tengah lapangan. Jumlah tim dalam permain ini terdiri dari dua kelompok, masing-masing beranggotakan 2-4 orang.  Selain kecerdasan naturalis anak dapat berkembang melalui pengenalan alat permainan dari alam sekitar, juga dapat meningkatkan kemampuan kognitif dan motorik melalui latihan jari-jari untuk bergerak dan berhitung.

b.   Pobulutangkisi (Main Bulu Tangkis
Pobulutangkisi (main bulu tangkis) adalah salah satu permainan semi tradisional. Permainan ini banyak  digemari anak-anak serta orang dewasa, baik di daerah Muna maupun daerah lain di Sulawesi. Sifatnya  praktis, sederhana serta tidak butuh biaya. Dilakukan secara berkelompok yang terdiri dari 2-4 orang. Alat permainan yang digunakanpun sangat sederhana mudah diperoleh disekitar tempat tinggal anak
Peralatan Permainan: Pelepah pohon sagu atau dapat juga menggunakan potongan-potongan papan atau tripleks limbah dari tukang kayu, tongkol jagung serta bulu ayam. Jumlah alat untuk kedua tim masing-masing orang satu pelepah sagu atau papan yang dibentuk sedemikian rupa sehingga menyerupai sebuah raket.
Cara Memainkan: Peraturan yang diterapkan dalam permainan ini sangat  sederhana yaitu hanya dengan menghitung berapa kali setiap anak dapat menyebrangkan bola ke dalam daerah lawan dengan jangka waktu permainan 2 x 10 menit pula.  Anak atau kelompok yang paling banyak menyebrangkan bola dapat keluar sebagai pemenang sedangkan yang kalah dapat diganti dengan anak atau pemain dari kelompok berikutnya.  Sistem yang digunakan dalam permainan ini adalah kalah ganti. Artinya kelompok yang kalah harus berhenti main dan diganti oleh kelompok yang lain.  
Permainan ini membutuhkan kesabaran dan kekompakan setiap pemain, diawali dengan penentuan tim siapa yang berhak memulai duluan (lahae somampeno wawo): (a) dapat dilakukan dengan kesepakatan, dan (b) melalui sut. Permainan diawali oleh kelompok pertama dengan menyebrangkan bola dengan cara memukulnya. 
Jumlah tim dalam permain ini terdiri dari dua kelompok, masing-masing beranggotakan 2-4 orang. Selain kecerdasan naturalis anak dapat berkembang melalui pengenalan alat permainan dari alam sekitar, juga dapat meningkatkan kemampuan kognitif dan motorik melalui latihan jari-jari dan seluruh anggota tubuhnya.

2.    Kelompok Bermain Al-Muhajirin
Kober Al-Muhajirin yang terletak di Pusat Kota Kolaka sedang mengembangkan 2 permainan tradisional yang mencoba memadukan unsur tradisional Mekongga dengan unsur-unsur modern dan unsur-unsur dari latar budaya masyarakat di sekitanrnya khususnya Bugis-Makassar.

a.    Cugol (Cukke Golo/Cukke Gol)
Permainan ini merupakan permainan tradisional masyarakat Mekongga, tetapi kemudian dikembangkan oleh : Israjuddin Thamrin (salah seorang orang tua murid Kelompok Bermain Al-Muhajirin Kolaka). secara khusus dikembangkan sebagai rangkaian penelitian ini merupakan prakarsa Pendidik Kober ini, setelah melalui diskusi dengan Tim Peneliti.
Bahan Baku: (1) Papan dari kayu jenis apa saja yang agak keras, berukuran sepanjng 60 cm lebar 50 cm, (2) Kayu (boneka pemain) berukuran  7cm sebanyak 12 buah, (3) Gawang 2 buah yang terbuat dari jaring plastik, (4) Stik dari bambu sebanyak 2 buah, (5) Bola berukuran kelereng besar sebanyak 2 buah dari kertas perak bekas pelapis bungkus rokok.
Cara Memainkan: Permainan Cugol ini terbagi 2, yaitu: Cugol Embi (Enam Bidak) dan Cugol Seribu. Cara Memainkan Cugol Enbi: Susunan pemain (formasi) diawali dengan adu pus (ozam) yang kalah, pertama menyusun bidak disusul pemenang, cara pasang satu persatu dilanjutkan bergantian.
Cara Memainkan Cogol Seribu: (1) Perubahan formasi (Susunan Pemain) Semua bidak terpakai, (2) Bola di cukke / disepak dari tengah lingkaran lapangan ke gawang lawan, (3) Tempat bola berhenti dimulainya kembali cukkekan, dan (4) Semua aturan main I (Enbi) terpakai, kecuali, aturan yang menggantikan (Aturan Cugol Serbu).

b.   Bele Tempurung
Bahan Baku: Permainan ini memakai alat tempurung kelapa, tempurung dibentuk  bundar ukuran kecil dan sebelum permainan ini dimainkan, harus membuat garis batas, garis pertama tempat untuk memulai permainan garis kedua untuk batas permainan.
Cara Memainkan: Permainan ini perkelompok biasanya 2 orang atau lebih, atau intinya berpasangan. Cara melakukan permainan ini, kita harus melakukan sut, siapa yang harus memainkan pertama, untuk mengetahui pemenangnya yang tidak pernah menjatuhkan bele tempurung dialah pemenangnya.

c.    Kawelo-welo (Kipas Bambu)
Bahan Baku: (1) Owulo (bambu) berukuran garis tengah 3 cm dan ukuran panjang 30 cm, (2) Otali (tali) ukuran kecil panjang 50 cm, (3) Kawula-wula (Baling-baling) terbuat dari bambu atau dari plastik bekas kaleng oli, (4) Tiang baling-baling dari bambu yang masuk dalam ruas bambu induk, dan berfungsi sebagai tempat mengikat tali baling-baling.
Cara Memainkan: Tali digulung dengan diputar pada tiang baling-baling, selanjutnya dilakukan pemutaran dengan cara pelan-pelan melalui penarikan tali secara perlahan dan dilakukan secara berulang-ulang sehingga menghasilkan putaran yang menarik dan kencasng.

d.   Sodokoro (Tembak-tembak Bambu)
Bahan Baku: Sebelum kita membuat permainan sodokoro (tembak–tembak bambu) yang terbuat dari bambu cara memainkannya, yaitu: Diambil buah jambu merah, yang kecil-kecil lalu, dimasukkan kedalam tembak–tembak bambo yang tadi, lalu dipukul-pukul dengan memakai sodok tembakan bamboo setelah rata buah jambuhnya baru ditusuk (sedok) sampai timbul bunyi seperti senjata.
Cara Membuat: Diambil satu batang bamboo kecil lalu di potong pendek, kemudian diambil satu batang bambu yang paling kecil untuk dijadikan penusuknya  kedalam yang pertama tadi maka jadilah permainan tembak-tembak (pana api). Permainan ini semacam adu ketangkasan.
Cara Memainkan: Bisa dilakukan perkelompok bisa juga sendiri – sendiri, pertama-tama kita mengambil benda untuk sasaran tembak, cara menambaknya bergantian diawali dengan sut siapa yang menang sut dia yang menembak pertama, untuk mengetahui pemenangnya siapa yang menjatuhkan sasaran tembak dialah pemenangnya.

3.    Kelompok Bermain Indira
Kober Indira yang terletak di Pinggir Kota Kendari (Kecamatan Mandonga) sedang mengembangkan 2 permainan tradisional yang berbasis unsur budaya tradisional Muna yang merupakan dominan latar budaya masyarakat di sekitarnya.

a.    Bola Basket Keranjang
Bola Basket Keranjang adalah salah satu permainan yang merupakan modifikasi dari tradisional ke permainan modern. Permainan dasarnya adalah raga (bola dari rotan) yang merupakan permainan tradisional masyarakat remaja di Sulawesi. Sifatnya  praktis, sederhana serta tidak butuh biaya yang besar karena bahannya tersedia di sekitar tempat tinggal mereka berupa rotan. permainan raga merupakan uji ketangkasan bagi kaum remaja.
Peralatan Permainan: Peralatan utama permainan ada dua, yaitu: (1) bola raga (bola yang terbuat dari rotan), dan (2) keranjang bola yang berfungsi sebagai gawang, juga terbuat dari rotan.  Bahan tanaman rotan merupakan suatu bahan alam yang dapat digunakan untuk membuat berbagai ragam seperti: keranjang, dan bola. Cara membuat keranjang, pertama-tama rotan dibelah, kemudian dibersihkan isi dalamnya, selanjutnya dijemur. Setelah itu dianyam dibuat menjadi suatu keranjang bola, setelah jadi keranjang dicat supaya menarik kepada pusat perhatian anak maupun pada masyarakat yang berminat terhadap bahan alam. Bola terbuat juga dari rotan, seperti halnya bahan keranjang, membuat bola keranjang tidak hanya dari bahan yang jadi, tetapi bisa juga dari bahan alam sekitar supaya anak bisa mengetahui tentang tanaman yang ada dilingkungan rumahnya.
Cara Memainkan: Bermain Bola Basket Keranjang anak dapat melatih motorik kasar dan motorik halus dan dapat melatih kecerdasan anak dalam memasukkan bola dalam wadahnya. Bola keranjang sangat membantu anak berolahraga untuk menggerakkan seluruh anggota badannya dan bisa menyimak ternyata keranjang dan bola bisa kita pakai bermain memasukkan bola, anak belajar melompat-lompat dan daya pikir dan kreatifitas anak terhadap permainan bola keranjang dan juga bisa melatih daya fisik dan jiwa anak.
Permainan ini dapat dilakukan satu lawan satu, dan juga secara tim lawan tim. Permainan perindividu satu lawan satu dengan masing-masing anak diberi 6 buah bola untuk dilemparkan masuk ke dalam keranjang rotan. Sedangkan berkelompok masing-masing tim beranggotakan 2 atau 3 orang, setiap tim diberikan 12 buah bola. jika beranggotakan 2 orang, maka setiap anggota memperoleh kesempatan melemparkan 6 buah bola, dan jika setiap tim beranggotakan 3 orang, maka setiap anggota tim memperoleh kesempatan melemparkan 4 buah bola. Skor ditentukan berdasarkan jumlah bola yang masuk dalam keranjang, yang terbanyak memasukkan bola diantara dua kelompok pemain itu yang menjadi pemenangnya.

b.   Main Kemiri
Main kemiri merupakan permainan yang telah lama dikembangkan oleh masyarakat Muna, sebelumnya meenggunakan tanah sebagai wadahnya, namun dalam perkembangannya mulai memakai wadah papan dari jenis kayu apa saja.
Peralatan Permainan:  Buah kemiri,  dan balok papan berukuran 5X5 cm. Aturan Permainan: (1) Masing-masing regu membuat satu lingkaran dan meletakkan satu biji kemiri ke tengah lingkaran tersebut, (2) Sebelum bermain, kedua regu melakukan kesepakatan regu mana yang berhak memulai permainan, (3) Regu yang memperoleh kesempatan pertama itulah yang berhak memulai lemparan, (4) Seterusnya secara bergantian, (5) regu yang memulai lemparan melemparkan balok papan tersebut ke arah lingkaran lawan, apabila lemparan mengenai biji kemiri, dan biji kemiri keluar dari lingkaran berarti regu tersebut dinyatakan berhasil, dan regu yang kalah harus melaksanakan hukuman yang telah disepakati.

4.    Kelompok Bermain Tunas Terapung
Kober Tunas Terapung yang terletak di Pinggir Kota Kolaka (Kelurahan Dawi-dawi Kecamatan Pomala) mengembangkan 4 permainan tradisional yang berbasis pada unsur budaya tradisional Mekongga, Bajo dan Bugis-Makassar yang merupakan dominan latar budaya masyarakat di sekitanrnya.

a.    Sandale Mendaa (Sandal Panjang)
Sandale mendaa adalah berasal dari bahasa Mekongga, yang merupakan permainan tradisional oleh masyarakat Mekongga yang merupakan penduduk asli Sulawesi Tenggara. Pemainan ini banyak digemari dikalangan anak-anak karena sifatnya bergembira.
Peralatan Permainan: Kayu panjang 40 cm tebalnya 2 cm, Karet jepitan dari ban dalam bekas, dan Paku dan seng buat jepitan. Cara Memainkan: (1) Menentukan lokasi permaian, (2) Dua pasang sandale mendaa, (3) Menentukan pemain yang menjadi peserta sandale mendaa dua orang. Posisinya depan dan belakang sambil memegang pundak teman, (4) Demikian juga pemain kedua, (5) Sepasang pemain melangkah kaki kanan/kiri secara bersamaan dan bergantian.

b.        Magacci
Magacci berasal dari bahasa bugis, berarti melakukan suatu permainan yang menggunakan beberapa biji keong dengan menggunakan papan gacci. Permainan ini dahulu dilakukan di tanah yang lubang, sekarang diganti dengan menggunakan papan. Permainan ini dilakukan/dimainkan sebanyak 3 orang secara bergantian.
Peralatan Permainan: Papan gacci yang terbuat dari papan panjangnya 40 cm tebal 3 cm. dan biji keong. Aturan Permainan: Dimainkan oleh anak sebanyak 2 atau 3 orang terlebih dahulu di undi siapa pemain yang terlebih dahulu berhak main.
Teknik Permainan: Untuk memulai dilakukan undian atau sut. Yang menang maka dia berhak bermain seterusnya secara bergantian. Pemain pertama mengambil 10 biji keong dan menghamburnya di atas permainan/papan permainan yang telah disediakan. Kemudian ibu jari pemain diletakkan di atas papan permainan sambil mendorong biji keong yang ada di atas papan permainan tersebut habis. Pemain berikutnya meletakkan ibu jari dan telunjuknya di atas lubang papan permainan yang telah tersedia untuk menjaga masuknya biji keong ke lubang.

c.    Mepae Tenggore
Main kacang atau dalam bahasa Mekongga disebut mepae tanggore. Peralatan Permainan: Biji keong atau siput laut dan balok papan berukuran 5X5 cm.
Aturan Permainan: (1) Masing-masing regu membuat satu lingkaran dan meletakkan satu biji keong ke tengah lingkaran tersebut, (2) Sebelum bermain, kedua regu melakukan undian untuk mengetahui regu yang mana yang memulai permainan, (3) Regu yang menang dia yang berhak memulai lemparan, (4) Seterusnya secara bergantian, (5) Regu yang memulai lemparan melemparkan balok papan tersebut ke arah lingkaran lawan, apabila lemparan mengenai biji keong, dan biji keong keluar dari lingkaran berarti regu tersebut dinyatakan berhasil, dan regu yang kalah harus melaksanakan hukuman yang telah disepakati.

d.   Megolu Baguli
Megolu baguli adalah permainan bola yang dilakukan di atas papan yang berukuran 50 x 20 cm. Permainan ini dilakukan oleh dua orang anak. Megolu baguli berasal dari kata megolu yang artinya bola dan baguli artinya kelereng.
Peralatan Permainan: (1) Papan permainan yang berukuran 50 cm x 20 cm, (2) Paku sebagai tiang sebanyak 22 batang, (3) karet sebagai pembatas keliling medan permainan, (4) Stik sebagai alat menggerakkan kelereng.
Cara Bermain: Pemain berjumlah dua orang. Sebelum permainan dimulai terlebih dahulu dilakukan pengundian untuk mengetahui siapa yang mulai permainan terlebih dahulu. Aturan mainnya kelereng di sodok memakai stik dan yang bermain berusaha memasukkan kelereng kegawang lawan. Apabila kelereng keluar dari arena permainan maka yang berhak bermain lagi adalah lawan. Kelereng kembali diletakkan di tengah arena.   


B.     Pembahasan Hasil Penelitian
Proses pengembangan alat permainan dalam penelitian tahun kedua ini diawali diskusi antara tim peneliti dengan para pendidik kelompok bermain secara terpisah antara satu Kober dengan kober lainnya, studi kepustakaan, dan pengamatan terhadap lingkungan sekitar Kober. Sebanyak 45 jenis permainan dari 5 kelompok seperti ditemukan dalam penelitian tahun pertama, tidak semua relevan untuk dikembangkan bagi anak Usia Kober, namun ternyata ada potensi lain yang terselubung, yaitu permianan dari latar budaya guru dan atau peserta didik/orang tua (budaya Muna, Bugis, dan Jawa). Dalam proses diskusi lebih lanjut dengan pendidik Kober disepakati mengembangkan minimal 2 jenis permaian baik yang ada di daerah tersebut, maupun yang berasal dari luar, tetapi merupakan bagian dari budaya masyarakat sekitar yang merupakan imigran dengan kriteria: (1) Tidak berbahaya bagi anak usia Kober (2) Mengandung unsur edukatif yang mengarah pada kecintaan anak terhadap alam sekitar, (3) Bahan bakunya tersedia di sekitar lingkungan alam peserta didik, (4) Mudah dibuat dan murah harga bahan bakunya, (5) Mudah dimainkan dan melibatkan lebih satu orang untuk permainan yang tersedia.
Setiap Kober diberi informasi bahwa setiap permainan yang bersifat individual dibuat sebanyak minimal 5 buah, sedangkan permainan yang berpasangan/tim dibuat minimal 2 buah. Setelah berlangsung selama satu bulan, maka dilakukan monitoring untuk melihat secara langsung hasil pengembangan alat permaian, semua Kober telah menyelesaikan masing-masing 2 jenis alat permainan tradisional. Hasil pengembangan yang dihasilkan, terbagi dua, yaitu: (1) buatan tenaga pendidik, terbagi dua lagi, terdiri atas: (a) buatan sepenuhnya oleh pendidik, (b) rancangan pendidik selanjutnya diberikan kepada tukang kayu untuk dibuat, (2) buatan orang tua anak didik.
Alat pelengkap permainan seperti: buah kemiri, kerang kecil, untuk permainan dibuat sendiri oleh pendidik dan atau orang tua peserta didik. Dari hasil diskusi dengan pendidik dan orang tua anak didik, menunjukkan bahwa para pendidik telah berkembang kreativitasnya, beberapa diantara mereka telah mengembangkan bahan belajar kontekstual berasal dari latar sosial budaya dan lingkungan alam sekitar Kober. Fenomena tersebut terjadi pada semuan Kober (Anawai, Indria, Al-Muhajirin, dan Tunas Terapung), para pendidik berusaha memanfaatkan beberapa hasil alam yang ada di sekitar Kober untuk dijadikan sebagai bahan/alat permainan.
Suatu prakarsa yang menarik dari pendidik seperti yang dilakukan Kober Al-Muhajirin yaitu mengajak orang tua berpartisipasi dalam pengembangan APE, melalui lomba dengan mengirim surat kepada orang tua untuk mengembangkan APE, dengan imbalan hadiah yang menarik. Hasilnya cukup banyak jenis permainan yang dibuat oleh orang tua dan mutunya cukup baik, serta terbukti menarik dan digemari oleh anak didik. Akhirnya, para pendidikan dan orang tua tidak menyangka jika APE buatan mereka dapat diterima oleh kebanyakan anak didik.
Temuan tersebut sesuai dengan penekanan Hanurani (2003) bahwa pendidik telah melakukan identifikasi lebih jauh tentang kebutuhan peserta didik terhadap potensi lingkungan alam sekitarnya untuk dimodifikasi menjadi bahan belajar kontekstual. Umumnya permainan yang dibuat/digunakan dari tumbuhan, buah-buahan, batu, kerang. Aktivitas tersebut mendekatkan anak terhadap alam sekitarnya sehingga anak lebih menyatu terhadap alam, sehingga dapat meningkatkan kecerdasan natual anak (Ahira, 2010).
Perlu diingatkan kepada orang tua dan orang-orang yang terdekat dengan kehidupan anak, karena mereka memberi pengaruh yang sangat besar terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak. Hasil penelitian yang dilakukan The Reiner Foundation tahun 1999, menyebutkan 10 hal yang dapat dilakukan orang tua untuk meningkatkan status kesehatan dan perkembangan otak. Hal itu dilakukan dengan cara memberi rangsangan berupa kehangatan dan cinta yang tulus, memberi pengalaman langsung dengan menggunakan inderanya (penglihatan, pendengaran, perasa, peraba, penciuman), interaksi melalui sentuhan, pelukan, senyuman, nyanyian, mendengarkan dengan penuh perhatian, menanggapi ocehan anak, mengajak bercakap-cakap dengan suara yang lembut, dan memberikan rasa aman (Jalal, 2007).
Secara umum permainan yang dikembangkan dapat mengembangkan kecerdasan majemuk anak. kecerdasan intelektual anak, seperti pemainan Cugol mampu membantu anak untuk mengembangkan kecerdasan intelektualnya. Sebab, permainan tersebut akan menggali wawasan anak terhadap beragam pengetahuan. Mengembangkan kecerdasan emosi dan antar-personal anak. Hampir semua permainan tradisional dilakukan secara berkelompok. Melalui berkelompok anak akan:  (1) mengasah emosinya sehingga timbul toleransi dan empati terhadap orang lain, dan (2) nyaman dan terbiasa dalam kelompok.

Mengembangkan kecerdasan logika anak, Beberapa permainan tradisional melatih anak untuk berhitung dan menentukan langkah-langkah yang harus dilewatinya. Mengembangkan kecerdasan kinestetik anak, Pada umumnya, mendorong para pemainnya untuk bergerak, seperti melompat, berlari, menari, berputar, dan gerakan-gerakan lainnya. 

Mengembangkan kecerdasan spasial anak, bermain peran dapat mendorong anak untuk mengenal konsep ruang dan berganti peran (teatrikal). Mengembangkan kecerdasan musikal anak, nyanyian atau bunyi-bunyian sangat akrab pada permainan tradional. umumnya dilakukan sambil bernyanyi.

Mengembangkan kecerdasan spiritual anak, (1) dalam permainan tradisional mengenal konsep menang dan kalah. Namun menang dan kalah ini tidak menjadikan para pemainnya bertengkar atau minder. Bahkan ada kecenderungan, orang yang sudah bisa melakukan permainan mengajarkan tidak secara langsung kepada teman-temannya yang belum bisa, (2) Permainan tradisional dilakukan lintas usia, sehingga para pemain yang usianya masih belia ada yang menjaganya, yaitu para pemain yang lebih dewasa, (3)  Para pemain yang belum bisa melakukan permainan dapat belajar secara tidak langsung kepada para pemain yang sudah bisa, walaupun usianya masih di bawahnya, (4) permainan tradisional dapat dilakukan oleh para pemain dengan multi jenjang usia dan tidak lekang oleh waktu, dan (5) tidak ada yang paling unggul. Karena setiap orang memiliki kelebihan masing-masing untuk setiap permainan yang berbeda. Hal tersebut meminimalisir pemunculan ego di diri para pemainnya/anak-anak (Ahira, 2010).

Pengembangan permainan yang dimainkan lebih satu orang dimaksudkan untuk mengembangkan keterampilan sosial anak, tanpa mengabaikan kecerdasan natural dan spiritual anak, karena pada dasarnya PAUD dinilai berhasil bila anak cinta kepada Tuhan, hormat kepada orang tua, mempunyai hobi yang diminati, dan bisa berteman (http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2006/122006/14/07-pendidikan.htm).
Pada akhirnya, ada berbagai jenis mainan yang dibeli bisa berguna untuk membantu kecerdasan peserta didik Kober. Untuk itu, pemilihan mainan harus sesuai dengan umur anak dan tidak hanya berguna untuk dimainkan tetapi juga menstimulasi kecerdasannya anak secara komprehensif.
Alat permainan edukatif tradisional merupakan pengembangan pembelajaran pendidikan anak usia dini. Sesuai namanya, alat permainan ini bersifat edukatif dan tradisional, yang salah satu tujuannya untuk memperkenalkan permainan yang sudah menjadi tradisi dan budaya kita ke anak. Untuk mmeperkenalkannya ke anak dibutuhkan tutor yang mampu menguasai alat permainan edukatif tradisional ini (http://www.bpkbdiy. com/id/index.php?act=agenda_utuh&id=31). Dalam penelitian ini pendidik telah bersikap kreatif dan inovatif, karena selain dapat membuat alat permainan, juga dapat mengajarkan permainan kepada anak didiknya.
Secara konseptual tujuan umum pendidikan TK adalah mengembangkan kemandirian pada anak melalui permainan. Karena, dalam pandangannya anak sampai usia tujuh tahun pada dasarnya kemampuan untuk bekerja sendiri pada anak muncul dalam dorongan untuk bermain, menyanyi dan bekerja (pekerjaan) tangan. Dalam proses pendidikannya, Frobel lebih dominan memakai daya fantasi anak. Dalam hal ini prinsip yang dipakai adalah urutan berjenjang, dimulai dari yang mudah kemudian berlanjut pada yang lebih sukar. Dalam menyelenggarakan pendidikan TK, hendaknya berpegang pada prinsip “mendidik dalam kebebasan untuk kebebasan”. Prinsip demikian meniscayakan pada satu keyakinan bahwa anak mempunyai potensi untuk mendidik diri sendiri. Dengan demikian, dalam penyelenggaraannya tidak ada materi yang ditentukan oleh guru tetapi yang ada adalah pengasuh sebagai pendamping anak dalam proses pertumbuhan diri secara spontan dengan menggunakan alat permainan (http://www.nasimaedu.com/artikel/index.php?do=23).
Hasil uji coba permainan secara kontekstual menujukkan hasil yang positif. Misalnya, saat anak bermain mekuo-kuo, akan timbul pertanyaan bahwa buah/biji asam yang dijadikan alat kelengkapan permainan apakah sama yang dipakai ibu memasak ikan? Pendidik menjawab sama. Demikian pula saat anak diajak keluar di sekitar Kober untuk melihat langsung pohon asam, mereka memperhatikan secara cermat, bahkan mereka berusaha memeluk pohon asam, dan selanjutnya mereka mencari buah asam, dan selanjutnya mereka mengupas untuk melihat isi dan biji buah asam.  Dengan demikian timbul kecerdasan naturalis anak yaitu mereka semakin mencintai lingkungan alam sekitarnya, memelihara lingkungan alam, gemar menanam buah-buahan dan kembang. Dalam hal ini terjadi dampak pengiring yaitu dampak yang tidak merupakan tujuan awal kegiatan ini.
Pemanfaatan permainan tradisional yang bersumber dari budaya daerah semakin urgen untuk dikaji lebih mendalam, karena dapat diperoleh manfaat baik secara kognitif, psikologis, maupun sosial. dari permainan tradisional dapat mengajarkan nilai-nilai kejujuran, sportivitas, kegigihan, dan kegotong-royongan.
Secara empiris, dalam permainan Cugol (Cukke Gol) menonjolkan kerja sama, dan kompetisi (keterampilan sosial), dalam permainan Bola Keranjang menonjolkan keterampilan kognitif, keterampilan motorik, dan keseimbangan. Permainan tradisional memiliki makna simbolis di balik gerakan, ucapan, maupun alat-alat yang digunakan. pesan-pesan tersebut bermanfaat bagi perkembangan kognitif, emosi, dan sosial anak sebagai persiapan/sarana belajar menuju kehidupan pada masa dewasa. Upaya pengembangan dan pelestarian budaya tradisional ini harus senantiasa dilakukan agar anak sejak usia dini dapat mengenal dan mencintai budayanya, sehingga tidak tergilas oleh zaman dan dinamika masyarakat modern.  Bagi anak, permainan merupakan sesuatu yang mengasyikkan dan menyenangkan, karena permainan itu memuaskan dorongan penjelajahan lingkungan yang menyiapkan berbagai variasi yang melibatkan panca indera anak.
Peraturan untuk mengawali suatu permainan ada dua cara, yaitu: (1) kesepakatan diantara kedua pihak/kelompok tanpa ada paksaan oleh lawan atau pihak luar, (2) melalui sut/undian dengan memakai batu ceper atau kayu/papan, dan selanjutnya permainan dimulai. Dalam kenyataannya hampir tidak ditemukan sikap protes, melanggar aturan yang disepakati, dan sakit hati diantara pihak-pihak yang bermain (Wardani, 2009).
Pesatnya perkembangan permainan elektronik membuat posisi permainan tradisional semakin tergerus dan nyaris tak dikenal. Memperhatikan hal tersebut, maka hasil penelitian ini semakin urgen sejalan dengan pandangan Fajarwati (2009) yang menyatakan bahwa perlu usaha-usaha dari berbagai pihak untuk mengkaji dan melestarikan keberadaannya melalui pembelajaran ulang pada generasi sekarang melalui proses modifikasi yang disesuaikan dengan kondisi sekarang.
Penanaman wawasan kebangsaan pada anak usia dini melalui APE, diharapkan dapat mempersiapkan mereka kelak sebagai manusia-manusia yang mempunyai identitas di dalam masyarakat lokalnya sekaligus mempunyai visi global untuk membangun dunia bersama. Pendidikan yang dapat mempersiapkan manusia-manusia yang mempunyai identitas di dalam masyarakat lokalnya sekaligus mempunyai visi global untuk membangun dunia bersama sangat diperlukan alam budaya global.
Penelitian ini mengajak pendidik, orangtua dan masyarakat dapat menyediakan alat permainan edukatif yang dapat membangun karakter anak sejak usia dini, mainan yang mengandung unsur budaya Indonesia. Meskipun di sisi lain anak juga tidak bisa dijauhkan sama sekali dari permainan impor dengan jalan memilih yang relevan perkembangan usia anak dan tidak merusak budaya bangsa. Karena menurut Roostrianawahti (2009), mainan-mainan anak banyak yang merupakan mainan impor dari negara lain dan secara tidak sadar terjadi penjajahan budaya dari negara lain melalui alat permainan tersebut.
Unsur-unsur budaya Indonesia dapat diintegrasikan dalam pembuatan Alat Permainan Edukatif buatan pendidik, home industry atau pabrik. Rumah adat tradisional dapat diproduksi dalam ukuran rumah boneka. Bentuknya bisa mirip rumah adat, tetapi pernak-perniknya tidak perlu sedetail rumah aslinya. Melalui rumah adat untuk boneka anak mengenal rumah adat Indonesia. Bahannya tidak harus dari kayu dari karduspun pendidik dapat membuat rumah adat sederhana untuk tempat bermain anak. Di rumah adat itu anak bisa bermain peran, menjahit, mencap, fingerpainting, berhitung, dan bermain pola. Melalui batik atau songket kita bisa melakukan berbagai permainan dan membuat APE untuk mengenalkan kain tradisional Indonesia, misal: bermain puzzle, bermain pola, klasifikasi, membatik, menggambar, membilang, sama dan tidak sama, mengukur panjang kain, bermain peran, melompat dan meniti dengan memakai kain.
Selama ini pendidik dan pengelola Kober dan PAUD pada umumnya menempatkan pengadaan APE sebagai salah satu kendala utama dalam pengembangan Kober. Mereka memahami bahwa APE yang baik hanya dapat diperoleh melalui pembelian dari buatan luar. Kreativitas guru dalam mengembangkan bahan belajar berupa permainan edukatif tradisional merupakan dampak pengiring yang mendeskripsikan dampak jangka panjang yang dapat dicapai dari suatu program pendidikan (Wulandari, 2009).
Dampak pengiring lainnya bisa terjadi, ialah pelibatan orang tua dan peserta didik untuk membuat bahan belajar berupa alat permainan berupa: tinggo kasu, tinggo ulo, patolele, mehule, merupakan dampak pengiring sekaligus dampak ekonomis. Sehingga mengubah pemikiran pendidik dan orang tua yang selama ini memahami bahwa permainan yang harus dipelajari di sekolah atau di Kober harus permainan dari luar yang dibeli dengan harga mahal. Para pendidik dan orang tua akan perlahan-lahan menyadari perlunya kreativitas dalam mengembangkan bahan belajar bagi anak, sekaligus akan berdampak pengiring lebih jauh lagi, kelak anak setelah dewasa akan muncul pemikiran kreatif dan inovatif untuk mengeksplorasi sumber daya alam sekitarnya secara produktif, ekonomis dan senantiasa memelihara lingkungan alam karena sejak kecil mereka telah ditanamkan kecerdasan mencintai alam sekitarnya (kecerdasan naturalis).
Dampak instruksional ialah hasil belajar yang dicapai sesuai dengan tujuan, sedangkan dampak pengiring ialah hasil belajar lainnya yang dihasilkan oleh suatu proses pembelajaran (Sudaryono, 2009).
Kedua dampak tersebut ditemukan dalam rangkaian penelitian ini, sekaligus menunjukkan bahwa proses penelitian ini telah berjalan dengan baik karena selain mencapai tujuan yang telah dirumuskan, juga dapat memperoleh manfaat ganda berupa dampak pengiring yang merupakan salah satu indikator keberhasilan penelitian. Untuk melihat sejauh mana efektivitas lebih lanjut dalam implementasi pembelajaran dalam bentuk permainan bagi anak Kober,  maka perlu diadakan keberlanjutan program dalam bentuk disiminasi melalui kegiatan Pengabdian pada Masyarakat, agar efektivitas pembelajaran yang memanfaatkan alat permainan edukatif berbasis sosial budaya dapat diukur secara lebih efektif karena dapat ditransfer atau diadopsi oleh subjek yang lebih luas.
Temuan ini memberi nuansa kesadaran masyarakat akan potensi lingkungannya baik lingkungan alam maupun lingkungan sosial budayanya. Potensi ini akan lebih baik, jika dapat didukung oleh manusia kreatif, yang bisa lahir dari program pengembangan seperti ini baik dari pendidik, anak didik, maupun dari masyarakat sekitarnya. Dampak edukatif dan psikologis dari pengembangan ini merupakan titik pangkal untuk mengkaji dampak dalam bidang pelestarian dan pengembangan budaya dan lingkungan alam, yang pada akhirnya berdampak terhadap pendapatan daerah melalui kemasan wisata budaya dan wisata alam, serta industri kecil/kerajinan.

KESIMPULAN DAN SARAN
A.  Kesimpulan
1.    Secara edukatif alat permainan yang dikembangkan mudah diperoleh dan dapat meningkatkan kecerdasan natural anak, sekaligus meningkatkan kreativitas tenaga pendidikan. Terbukti anak senang memainkan permainan ini dan dengan mudah memahami bahan baku dan kelengkapan permainan yang berasal dari potensi alam sekitar peserta didik, termasuk manfaat lain dari bahan baku dan bahan pelengkap permaian. Para pendidik, selain berhasil mengembangkan dua permainan tradisional berbasis sosial budaya, juga ada pendidik Kober yang berhasil pula mengembangkan bahan belajar dengan memanfaatkan bahan dari potensi alam sekitar Kober.
2.    Tanggapan tokoh masyarakat, orang tua dan pendidik terhadap pengembangan alat permainan edukatif tradisional ini dapat mengembalikan masa lalu mereka, dan ternyata sangat disenangi oleh anak didik, bahkan mereka senang memainkannya dan melombakan diantara mereka, budaya yang nyaris dilupakan kembali bangkit, dan kenyataannya dapat berkompetisi dengan budaya lain dari luar berupa alat permainan impor. Sedangkan yang terakhir ini sulit mengembangkan kreativitas anak sebagai dampak instruksional maupun sebagai dampak pengiring, sedangkan pengembangan budaya dan potensi lingkungan alam akan memudahkan pencapaian tujuan dan memberi peluang terhadap munculnya dampak pengiring yang lebih banyak dan lebih berkualitas berupa produk budaya.
3.    Sebanyak 12 jenis alat permainan yang dikembangkan cukup ekonomis, pengadaannya mudah dan murah dibanding dengan alat permainan non-tradisional, dan dapat dikembangkan untuk dijual di pasaran sehingga memberi nilai ekonomi bagi Kelompok Belajar yang mengembangkannya. Terbukti bahwa kedelapan jenis alat permainan yang dikembangkan empat Kober umumnya di buat sendiri oleh pendidik dan orang tua, kecuali wadah/papan untuk alat pemainan mekuo-kuo/congklak, karena wadahnya memerlukan alat pertukangan, sedangkan pendidik Kober semua wanita, meskipun demikian alat lain berupa batu/biji diusahakan oleh pendidik dan peserta didiknya.

B.  Saran
1.    Perlu pelatihan terhadap guru PAUD untuk pengembangan alat permainan baik yang berasal dari budaya tradisional maupun yang merupakan motif baru yang sesuai dengan kebudayaan dan kepribadian bangsa.
2.    Perlu perumusan kurikulum PAUD yang memperhatikan potensi sosial budaya dan lingkungan alam sekitar PAUD.
3.    Perlu lomba permainan APET untuk anak didik PAUD, sehingga semakin berkembang kecintaan terhadap budaya bangsa.
4.    Perlu lomba pengembangan APET untuk pendidik PAUD, sehingga pendidik semakin kreatif dalam pengadaan bahan belajar baik dalam jumlah maupun kualitas permainan.
5.    Pesatnya perkembangan permainan elektronik membuat posisi permainan tradisional nyaris tidak dikenal. Untuk itu, perlu usaha nyata dari Dinas Pendidikan, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, tokoh masyarakat, guru, dan orang tua untuk melakukan kajian dan melestarikannya melalui pembelajaran ulang kepada kegenerasi sekarang melalui proses modifikasi yang disesuaikan dengan kondisi lingkungan.



PUSTAKA ACUAN


Anwar. 2004a. Pendidikan Anak Dini Usia. Bandung: Alfabeta.
Anwar. 2004b. Pendidikan Kecakapan Hidup. Bandung: Alfabeta.
Anwar, dkk. 2009. Pengembangan Model Pembelajaran Melalui Pemanfaatan Alat Permainan Edukatif Berbasis Sosial Budaya untuk Meningkatkan Kecerdasan Naturalis pada Anak Didik Kelompok Bermain. Kendari: Laporan Penelitian Hibah Bersaing Dikti.
Direktorat Padu. 2002. Acuan Menu Pembelajaran pada Kelompok Bermain. Jakarta: Ditjen PLSP Depdiknas.
Hanurani, L. 2003. “Beberapa Cara Mengidentifikasi Sumber Belajar dan Kebutuhan Belajar dalam Masyarakat”. Dalam Jurnal Gita Setrai. No. 2 tahun 2003.
Jalal, Fasli. 2007. Pendidikan, Input Tumbuh Kembang Anak. http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/0902/09/teropong/lain01.htm, 14 Maret 2007.
Rostrianawahti. 2009. http://www.nasimaedu.com/artikel/index.php?do=15Akses, 28 Juli 2009.
Undang-Undang Nomor. 23. 2003. Tentang Perlindungan Anak. Jakarta: Kementerian Pemberdayaan Perempuan.
Wardani, Dani. 2009. Potret Permainan Tradisional Indonesia. http://webcache. googleusercontent.com/search?q=cache:DSObB4dWWikJ:www.tokoacc.com/news/9/Potret-Permainan-Tradisional-Indonesia+permainan+tradisional &cd=15&hl=id&ct=clnk&gl=id.  Akses  26 November 2010
Wulandari, Irene Evy. 2009. Pembelajaran yang Menumbuhkan Kepedulian: Studi Kualitatif Fenomenologis di Sekolah Dasar Gunung Brintik, Semarang, Jawa Tengah. Disertasi Doktor: UM Malang. http://karya-ilmiah.um.ac.id/index.php/disertasi/article/view/1038/0. Akses, 30 Oktober 2009.




                                                                       
          Bidang Ilmu Pendidikan

ARTIKEL

PENELITIAN HIBAH BERSAING
Tahun ke-2



PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN MELALUI PEMANFAATAN ALAT PERMAINAN EDUKATIF BERBASIS SOSIAL BUDAYA UNTUK MENINGKATKAN KECERDASAN NATURALIS PADA ANAK DIDIK KELOMPOK BERMAIN


Tim Peneliti:
Prof. Dr. H. Anwar Hafid, M.Pd.
Dr. H. Mursidin T., M.Pd.
Drs. H. Husain Ibrahim, S.Pd., M.Pd.


DIBIAYAI OLEH:
DANA DIPA UNIVERSITAS HALUOLEO TAHUN ANGGARAN 2010
DENGAN SURAT PERJANJIAN PELAKSANAAN PENELITIAN
NOMOR: 56-1/PK-UPT/UNHALU/2010 TANGGAL 23 APRIL 2010



LEMBAGA PENELITIAN
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar