Tujuan utama kelahiran Muhammadiyah adalah
mengembalikan seluruh penyimpangan yang terjadi dalam proses dakwah.
Penyimpangan ini sering menyebabkan ajaran Islam bercampur-baur dengan
kebiasaan di daerah tertentu dengan alasan adaptasi. Gerakan Muhammadiyah berciri semangat membangun
tata sosial dan pendidikan masyarakat yang lebih maju dan terdidik. Menampilkan
ajaran Islam bukan sekadar agama yang bersifat pribadi dan statis, tetapi
dinamis dan berkedudukan sebagai sistem kehidupan manusia dalam segala
aspeknya. Akan tetapi, ia juga menampilkan kecenderungan untuk melakukan
perbuatan yang ekstrem.
Dalam pembentukannya, Muhammadiayah banyak
merefleksikan kepada perintah-perintah Al Quran, diantaranya surat Ali Imran
ayat 104 yang berbunyi: Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat
yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari
yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.
Pendidikan
tentang pemahaman agama yang benar dan mendasar terhadap pemuda perlu
diintensifkan dalam berbagai jenis, dan jenjang pendidikan (file:///D:/AGAMA/radikal/
1749- penguatan- akidah-cegah-doktrinasi-radikalisme.html).
Suatu
hasil survei terhadap Apa yang dirasakan oleh kaum muda Muslim di Malaysia dan
Indonesia? Bagaimana mereka memandang masa depan mereka dan masa depan negara
masing-masing? Bagaimana sikap mereka terhadap politik, terhadap agama? Apakah
mereka berbahagia? Optimistis? Apa saja kebutuhan mereka, masalah dan
kekhawatiran mereka? Kami telah bertanya kepada mereka. Di dalam studi ini,
2.500 anak muda berusia antara 15 dan 25 tahun memberikan keterangan mengenai
kehidupan keluarga dan kegiatan waktu luang mereka, mengenai sasaran
profesional dan pribadi, cita-cita dan tata nilai masing-masing. Mereka
menjawab pertanyaan seputar peran agama Islam di dalam kehidupan mereka dan
praktik keagamaan yang mereka jalankan.
Di
Malaysia dan Indonesia, terdapat kelompok-kelompok fundamentalis dengan
kekuatan berbeda-beda, yang masih percaya bahwa demokrasi, hak-hak individu,
serta pasar terbuka tidak sejalan dengan tata nilai Islami. Bagi kaum muda
Muslim, hal ini merupakan sumber ketegangan dan kebingungan. Di satu pihak,
mereka tumbuh di dalam masyarakat yang diwarnai oleh sistem politik yang
relatif terbuka, oleh pola hidup konsumtif, orientasi pada prestasi, serta
pengaruh kuat media global.
Di
pihak lain, mereka terikat dengan kokoh di dalam tradisi keagamaan, yang
semakin sering dijadikan pegangan – antara lain sebagai reaksi terhadap
perubahan tata nilai di bidang politik dan ekonomi. Propaganda yang dilancarkan
kelompokkelompok fundamentalis tadi pun turut berperan dalam proses Islamisasi
ini.
Kondisi
ketegangan inilah yang menjadi titik tolak studi ini, dan merupakan alasan
analisis dibatasi pada jawaban kaum muda Muslim. Pendapat, nilai yang dianut,
dan perasaan mereka, tidaklah diberi arti lebih besar dibandingkan yang ditemui
di kalangan muda Kristen, Hindu, ataupun Buddha. Tetapi benturan tata nilai
yang telah disinggung di atas terutama dirasakan kaum muda Muslim di Malaysia
dan Indonesia. Agar dapat menyajikan gambaran yang terperinci, ada lima bidang
tema yang diteliti: perkembangan pribadi, orientasi
keluarga,
agama, politik, serta lingkungan sosial dan orientasi tata nilai. Survei
diselenggarakan di kedua negara pada bulan Oktober dan November 2010. Untuk
penelitian ini, sebanyak 1.060 anak muda di Malaysia dan 1.496 anak muda di
Indonesia dimintai keterangannya oleh pewawancara terlatih. Wawancara dilakukan
melalui pembicaraan pribadi dengan responden.
Kami
berharap dapat memberi kontribusi untuk wacana publik mengenai kebutuhan dan
tata nilai yang sedang berubah di kalangan generasi penerus, baik di Indonesia
dan Malaysia, maupun di kawasan yang lebih luas. Studi ini direncanakan untuk diulangi
dengan selang waktu yang teratur. Di masa mendatang, kaum muda penganut agama
lain juga dapat disertakan di dalam analisis dan akan muncul tema-tema baru –
selalu dalam kaitan dengan paradigma politik dan sosial pada saat tertentu.
Ringkasan Hasil
Penelitian
• Kaum muda Muslim Indonesia merasa
optimis, bahagia dengan kehidupan mereka dan mempunyai pandangan positif
tentang masa depan.
• Keluarga inti memainkan peran utama
dalam perkembangan pribadi kaum muda Muslim Indonesia. Pengaruh dari keluarga
inti paling kuat pada kalangan yang berumur antara 15 sampai 19 tahun.
• Kaum muda Muslim Indonesia sangat
berminat untuk membangun rumah tangga mereka sendiri. Mereka bertekad untuk
memberikan kehidupan yang lebih baik untuk anak-anak mereka.
• Kaum muda Muslim di Indonesia memandang
identitas diri mereka terutama sebagai orang Muslim, baru kemudian sebagai
warga negara Indonesia.
• Lebih dari 90 persen kaum muda Muslim
Indonesia mengatakan bahwa percaya kepada Tuhan adalah penting, dan lebih dari
60 persen mengatakan bahwa menjadi seorang Muslim yang baik adalah penting.
• Bagi kaum muda Muslim Indonesia, agama
adalah pegangan psiko-sosial yang penting untuk menjamin masa depan yang mereka
inginkan di hadapan gejolak perubahan yang dialami masyarakat Indonesia.
• Hanya 13,5 % dari kaum muda Muslim
menyetujui poligami. Jauh lebih banyak perempuan muda yang tidak setuju dengan
poligami daripada laki-laki muda.
• Kaum muda Muslim di Indonesia akan
lebih taat menjalani ritual agama bila ada elemen kontrol sosial.
• Para responden perempuan lebih
menekankan identitas Islam mereka dan lebih konsisten menjalankan ibadah agama
daripada responden laki-laki.
• Hampir 90 persen dari kaum muda Muslim
Indonesia memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi terhadap orang lain. Namun
pada saat yang sama, mereka peduli terhadap kepentingan diri, mempunyai ambisi
untuk mencapai tujuan mereka dan membentuk masa depan mereka secara mandiri.
• Ketergantungan terhadap teknologi
merubah gaya hidup kalangan muda Muslim Indonesia secara drastis, khususnya kawula
muda yang tinggal di perkotaan.
• Sebagian besar kalangan muda Muslim
Indonesia menerima situasi politik dan ekonomi Indonesia pada masa kini. Lebih
dari 60 persen menganggap bahwa Indonesia berada di jalan yang benar.
• Lebih dari 70 persen kalangan muda
Muslim Indonesia menganggap bahwa rakyat mempunyai kekuatan untuk menggantikan
pemerintahan yang mereka tidak kehendaki.
• 49 persen kalangan muda Muslim
Indonesia tidak menganggap bahwa pemimpin agama harus menggantikan peran para
POLITIKUS.
• Lebih dari 70 persen responden tidak
bermasalah jika wanita mengambil alih peran kepemimpinan di masyarakat.
TANGGAPAN
KAUM MUDA TERHADAP PELAKASANAAN AGAMA
No
|
Indikator/Shalat
|
Indonesia
|
Malaysia
|
Indonesia/Puasa
|
Malaysia
|
1
|
Selalu
|
30.2
|
28,7
|
59,6
|
64,2
|
2
|
Sering
|
29,4
|
22,2
|
30,7
|
23,4
|
3
|
Kadang-kadang
|
39,4
|
45,7
|
8,9
|
12,2
|
4
|
Tidak pernah
|
0,7
|
3,5
|
0,7
|
0,2
|
5
|
Tidak tahu
|
0,3
|
-
|
0,2
|
-
|
PEROLEHAN
PENDIDIKAN AGAMA DI MALAYSIA
No
|
Indikator/Shalat
|
Malaysia
|
1
|
Guru Lokal
|
39.9
|
2
|
Orang Tua
|
34,3
|
3
|
Kelompok
Pengajian
|
12,3
|
4
|
Buku/Majalah
|
8,0
|
5
|
Internet
|
4,2
|
6
|
Teman
|
1,0
|
7
|
Lain-lain
|
0,3
|
Survei
terhadap Pemuda di Jakarta lewat 59
Sekolah Swasta, dan 41 Sekolah Negeri:
cenderung radikal
Bagi kaum muda masa kini. Ini mungkin mencerminkan interpretasi
responden pada kenyataan obyektif dan pemikiran temanteman mereka daripada
nilai-nilai subyektif yang mereka anut. Walau hampir semua responden setuju
bahwa “komunikasi teknologi”, “pendidikan universitas” dan “sukses dalam karir”
sebagai “keren”, pandangan mereka berbeda pada apakah “kerja mandiri”,
“pernikahan”, “keterlibatan politik”, “busana bermerek”, “Uni Eropa”, “makanan
sehat” dan “mencoba narkoba” adalah “keren” atau “basi”. Bahkan hampir ada
perpecahan antara mereka tentang apakah “kesetiaan” dan “bertanggung jawab
kepada orang lain” dipandang “keren” atau “basi”. Yang menarik, lebih dari
sepertiga responden merasa bahwa mencoba narkoba adalah “keren”, sedangkan
kurang dari 1% mengatakan bahwa mereka sendiri mencoba narkoba (37,2%
menyatakan mencoba narkoba keren.
Simpulan hasil survei terhadap kaum muda Muslim Malaysia yaitu: lebih
majemuk daripada yang terlihat atau anggapan bahwa kaum muda lebih konservatif
dan otoriter terhadap masalah agama atau moral. Sejumlah kawula muda Muslim
terlibat di dalam kegiatan sosial masyarakat. Walau hampir tiga-perempat dari
para responden mengaku “aktif di organisasi kelompok, di kantor atau kegiatan
di sekolah, sekolah tinggi atau universitas”, diduga hanya satu dari empat yang
aktif di organisasi kepemudaan, LSM, klub atau organisasi kemasyarakatan.
Partisipasi di dalam partai politik dilaporkan sekitar 14,2%. Tiga-perempat
dari kaum muda Muslim Malaysia mengatakan bahwa mereka tidak begitu tertarik,
atau tidak tertarik dengan politik. Sebaliknya,
sekitar dua-pertiga mengaku puas dengan keadaan ekonomi dan percaya bahwa
negara bergerak ke arah yang benar. Sisanya tidak setuju.
Cara para responden menjaga jarak dari politik dapat dilihat dari
rasa apatis mereka terhadap menggunakan hak untuk memilih. Dari para responden
yang memenuhi syarat untuk memilih, sebanyak 66,3% tidak mendaftarkan diri
untuk memilih, sedangkan 20% tidak pernah memilih walau nama mereka di
registrasi dalam daftar pemilih. Walau perempuan lebih sadar di dalam
menggunakan
Penemuan
survei telah menunjukkan pelbagai pernyataan yang bertentangan dan penuh dengan
kontradiksi. Walau mereka berpendirian sangat konservatif tentang
permasalahan-permasalahan agama dan moral, kaum muda Muslim Malaysia tidak
ketat dalam mentaati ibadah agama mereka seperti salat lima kali sehari,
membaca Alquran atau berpuasa pada bulan suci Ramadan. Walaupun mereka
mengatakan bahwa keyakinan pada Tuhan dan menjadi Muslim yang lebih baik
merupakan hal-hal yang paling penting di kehidupan para responden, ereka lebih
suka menonton televisi, mendengarkan musik atau berselancar internet di waktu
senggang mereka daripada pergi ke mesjid.
Walaupun
kaum muda Muslim sangat menghargai orang tua mereka dan bergantung kepada
mereka untuk bimbingan, para responden merasa bahwa pada akhirnya mereka dapat
melakukan kehendak mereka. Hal ini menunjukkan bahwa para responden seringkali
dapat mengambil keputusan sendiri. Walaupun kaum muda Muslim mengatakan bahwa
mereka tidak begitu tertarik dengan politik, namun mereka percaya terhadap kekuatan
rakyat atau “Peoples’ Power”: mereka memandang partai oposisi sebagai bagian
yang penting dari demokrasi dan menghargai kebebasan berbicara dan berkumpul.
Walaupun kaum
muda Muslim Malaysia memandang Osama bin Laden sebagai pejuang kebebasan
(persisnya 62,4 % responden), mereka menolak kekerasan. Penting untuk
mempertimbangkan bahwa di Malaysia, kaum muda Muslim selalu diingatkan tentang
kewajiban mereka dan bagaimana menjadi umat Muslim yang lebih baik oleh orang
tua, pemimpin agama, media yang dikontrol pemerintah, guru dan lainlain.
Selain
itu, kawula muda menghadapi tekanan dari kelompok-kelompok sosial di sekolah,
universitas atau tempat kerja. Pada saat yang sama, kawula muda Muslim Malaysia
masa kini berada pada dunia yang sudah mengalami
globalisasi. Teknologi modern yang
tersedia dan tidak dibatasi di Malaysia telah menjadi bagian penting dari
kebudayaan kawula muda. Hampir 85% kaum muda menggunakan internet, sehingga
membawa mereka melampaui batas negara dan membuka diri mereka kepada
kebudayaan, pandangan, dan sistem-sistem nilai yang berbeda.
Diharapkan agar masyarakat ikut
berperan untuk menangkal radikalisme dengan berbagai cara, di antaranya adalah
dengan membantu pelaksanaan progam deradikalisasi dan turut mensosialisasikan
bahaya radikalisme. “Kita harus mengembalikan ajaran Islam kepada substansi
yang benar dan sebenar benarnya”.
Dr. KH. Hasyim Muzadi (Mantan Ketua Umum PBNU),
mengatakan bahwa radikalisme bisa tumbuh jika tidak ada keseimbangan antara
pendekatan fiqih dan pendekatan dakwah. Oleh karenanya ia berharap agar para
mubaligh mencontoh pola dakwah Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah yang
dinilainya lebih seimbang dan moderat.
Sementara itu, Prof. Komaruddin Hidayat, MA,
menekankan perlunya pembentukan karakter pada dunia pendidikan, termasuk
pentingnya penekanan civic education. Selain itu dia berharap ke depan MUI dan
instansi terkait agar menyiapkan materi-materi yang disiapkan khusus bagi
mubaligh, lebih khusus bagi para khotib. Hal ini diharapkan agar khutbah jum’at
yang rutin itu lebih berkualitas dan mengenai sasaran.
Lebih lanjut dia mencontohkan, “sekarang ada
fenomena menarik yakni banyak orang yang terdidik tidak tertarik mengikuti
khutbah jum’ah dan hanya datang ketika waktu shalat saja, karena di sana (isi
khutbah) tidak menyejukkan tetapi sebaliknya”. Masih di tempat yang sama,
mantan Menteri Agama, KH. Tolhah Hasan, memberikan komentarnya terkait dengan
target workshop kali ini, “Radikalisme sulit diatasi hanya dengan wacana
saja, karena dia sudah memiliki dalil yaitu dia tidak pernah mengakui salah dan
tidak pernah mengakui kebenaran orang lain”.
Mencermati realitas fenomena terorisme yang bersifat
kompleks dan multi dimensional, serta penanganannya yang memerlukan kerjasama
multi sektor, peserta workshop akan menggodok beberapa permasalahan dan membuat
rekomendasi yang nantinya dijadikan masukan bagi pengambil kebijakan agar
penanganan terorisme dapat dilakukan secara komprehensif dan terintegrasi. (file:///D:/AGAMA/radikal/183-terorisme-harus-dicegah.html, 26
Desember 2011).
Yang
menarik, salah seorang peserta workshop yang tak mau disebut namanya
mengingatkan, para ulama yang diundang BNPT hendaknya bersikap kritis terhadap
program deradikalisasi yang hendak dirumuskan. Jangan sampai, program
deradikalisasi justru menggiring ulama untuk menjadi corong dan jurubi cara
Densus 88.
Jika
ada penanganan kasus teroris yang dirasa amat berlebihan dan penuh kejanggalan,
ulama dan tokoh masyarakat juga harus peka, sekaligus mendakwahi pemerintah
dalam menangani teroris. Jika tidak terbukti terlibat terorisme, ulama tentu
harus melakukan pembelaan terhadap pihak yang tertuduh. Ulama sejogianya tidak
dibrand-washing untuk menelan mentah-mentah proyek deradikalisasi.
Jangan pula tergiur dengan proyek deradikalisasi yang pada akhirnya dapat
merugikan umat Islam sendiri.
Ulama
tetap harus mengatakan yang haq itu haq, dan yang batil itu batil. Jangan
karena pesanan tertentu, ulama menjadi tidak kritis. Sehingga menyampaikan
informasi yang salah, dan belum terbukti kebenarannya. Ulama bisa menjadi
jembatan terhadap pihak yang memiliki pola pikir yang salah. Ulama tidak boleh
didikte dengan kekuatan politik tertentu atas nama deradikalisasi. “Penanganan
terorisme tidak boleh pake perasaan,” (file:///D:/AGAMA/radikal/10148-proyek-deradikalisasi-bnpt-cuci-otak-ulama-ormas-islam-dan-takmir-masjid.html).
Penanggunangan
maraknya gerakan gadikalisme dan terorisme harus melalu dua jalan; “Pertama,
Soft Approach-Deradikalisasi melalui counter radikal ideologi (Dakwah bil
hikmah, Pendirian pusat kajian pada perguruan tinggi dan pesantren),
rehabilitation program (pelaku, keluarga dan korban) dan reintegrasi (pelaku
dan keluarga). Kedua, Hard Appoach-Law Enforcement yang mencakup tindakan
tergas terhadap pelaku, sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku dan
memutus jaringan teroris”. Untuk itu, di kampus-kampus diperlukanlah pendirian
dan terbentuknya Pusat Kajian Deradikalisme Agama yang ditetapkan pada Kemenag
dan Kemendiknas”
(file:///D:/AGAMA/radikal/Pembentukan%20Pusat%20Kajian%20Deradikalisme%20Agama.htm).
Mencermati fenomena tersebut, maka beberapa program
aksi untuk generasi muda Islam, yaitu:
1. Intensifkan pengkaderan pemuda
melalui organisasi sosial (Ormas) keagamaan Islam.
2. Kembangkan pengkajian Islam dengan
menampilkan nara sumber yang memahami Islam secara mendasar
3. Intensifkan peran masjid sebagai
lembaga/media pengkaderan pemuda muslim.
4. Pendidikan budi pekerti melalui
pendidikan sekolah dan pendidikan masyarakat melalui keteladanan guru dan orang
tua.
5. Keteladanan pemimpin dan aparat
pemerintah dalam berbagai dimensi kehidupan (pelayanan administrasi,
pendidikan, bantuan sosial ekonomi, dan keamanan)
DAFTAR SUMBER
Suryana Asep, dkk. Pemuda
Muslim Asia Tenggara (Survei di Indonesia dan Malaysia). Jakarta: Christiane
Jekeli, Goethe-Institut Indonesien.
file:///D:/AGAMA/radikal/1749-penguatan-akidah-cegah-doktrinasi-radikalisme.html,
Akses, 26 Desember
2011)
file:///D:/AGAMA/radikal/183-terorisme-harus-dicegah.html, Akses, 26 Desember 2011.
file:///D:/AGAMA/radikal/10148-proyek-deradikalisasi-bnpt-cuci-otak-ulama-ormas-islam-dan-takmir-masjid.html.
Akses, 26 Desember 2011.
file:///D:/AGAMA/radikal/Pembentukan%20Pusat%20Kajian%20Deradikalisme%20Agama.htm.
Akses, 26 Desember 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar