Selasa, 01 Januari 2013

PERAN GENERASI MUDA ISLAM DALAM PENGUATAN NILAI-NILAI KEISLAMAN UNTUK MENCEGAH RADIKALISASI YANG MENGATASNAMAKAN AGAMA ISLAM





Anwar Hafid: PWM. Muhammadiyah Sultra
Tujuan utama kelahiran Muhammadiyah adalah mengembalikan seluruh penyimpangan yang terjadi dalam proses dakwah. Penyimpangan ini sering menyebabkan ajaran Islam bercampur-baur dengan kebiasaan di daerah tertentu dengan alasan adaptasi.  Gerakan Muhammadiyah berciri semangat membangun tata sosial dan pendidikan masyarakat yang lebih maju dan terdidik. Menampilkan ajaran Islam bukan sekadar agama yang bersifat pribadi dan statis, tetapi dinamis dan berkedudukan sebagai sistem kehidupan manusia dalam segala aspeknya. Akan tetapi, ia juga menampilkan kecenderungan untuk melakukan perbuatan yang ekstrem.
Dalam pembentukannya, Muhammadiayah banyak merefleksikan kepada perintah-perintah Al Quran, diantaranya surat Ali Imran ayat 104 yang berbunyi: Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.
Pendidikan tentang pemahaman agama yang benar dan mendasar terhadap pemuda perlu diintensifkan dalam berbagai jenis, dan jenjang pendidikan (file:///D:/AGAMA/radikal/ 1749- penguatan- akidah-cegah-doktrinasi-radikalisme.html).
Suatu hasil survei terhadap Apa yang dirasakan oleh kaum muda Muslim di Malaysia dan Indonesia? Bagaimana mereka memandang masa depan mereka dan masa depan negara masing-masing? Bagaimana sikap mereka terhadap politik, terhadap agama? Apakah mereka berbahagia? Optimistis? Apa saja kebutuhan mereka, masalah dan kekhawatiran mereka? Kami telah bertanya kepada mereka. Di dalam studi ini, 2.500 anak muda berusia antara 15 dan 25 tahun memberikan keterangan mengenai kehidupan keluarga dan kegiatan waktu luang mereka, mengenai sasaran profesional dan pribadi, cita-cita dan tata nilai masing-masing. Mereka menjawab pertanyaan seputar peran agama Islam di dalam kehidupan mereka dan praktik keagamaan yang mereka jalankan.
Di Malaysia dan Indonesia, terdapat kelompok-kelompok fundamentalis dengan kekuatan berbeda-beda, yang masih percaya bahwa demokrasi, hak-hak individu, serta pasar terbuka tidak sejalan dengan tata nilai Islami. Bagi kaum muda Muslim, hal ini merupakan sumber ketegangan dan kebingungan. Di satu pihak, mereka tumbuh di dalam masyarakat yang diwarnai oleh sistem politik yang relatif terbuka, oleh pola hidup konsumtif, orientasi pada prestasi, serta pengaruh kuat media global.
Di pihak lain, mereka terikat dengan kokoh di dalam tradisi keagamaan, yang semakin sering dijadikan pegangan – antara lain sebagai reaksi terhadap perubahan tata nilai di bidang politik dan ekonomi. Propaganda yang dilancarkan kelompokkelompok fundamentalis tadi pun turut berperan dalam proses Islamisasi ini.
Kondisi ketegangan inilah yang menjadi titik tolak studi ini, dan merupakan alasan analisis dibatasi pada jawaban kaum muda Muslim. Pendapat, nilai yang dianut, dan perasaan mereka, tidaklah diberi arti lebih besar dibandingkan yang ditemui di kalangan muda Kristen, Hindu, ataupun Buddha. Tetapi benturan tata nilai yang telah disinggung di atas terutama dirasakan kaum muda Muslim di Malaysia dan Indonesia. Agar dapat menyajikan gambaran yang terperinci, ada lima bidang tema yang diteliti: perkembangan pribadi, orientasi
keluarga, agama, politik, serta lingkungan sosial dan orientasi tata nilai. Survei diselenggarakan di kedua negara pada bulan Oktober dan November 2010. Untuk penelitian ini, sebanyak 1.060 anak muda di Malaysia dan 1.496 anak muda di Indonesia dimintai keterangannya oleh pewawancara terlatih. Wawancara dilakukan melalui pembicaraan pribadi dengan responden.
Kami berharap dapat memberi kontribusi untuk wacana publik mengenai kebutuhan dan tata nilai yang sedang berubah di kalangan generasi penerus, baik di Indonesia dan Malaysia, maupun di kawasan yang lebih luas. Studi ini direncanakan untuk diulangi dengan selang waktu yang teratur. Di masa mendatang, kaum muda penganut agama lain juga dapat disertakan di dalam analisis dan akan muncul tema-tema baru – selalu dalam kaitan dengan paradigma politik dan sosial pada saat tertentu.

Ringkasan Hasil Penelitian
• Kaum muda Muslim Indonesia merasa optimis, bahagia dengan kehidupan mereka dan mempunyai pandangan positif tentang masa depan.
• Keluarga inti memainkan peran utama dalam perkembangan pribadi kaum muda Muslim Indonesia. Pengaruh dari keluarga inti paling kuat pada kalangan yang berumur antara 15 sampai 19 tahun.
• Kaum muda Muslim Indonesia sangat berminat untuk membangun rumah tangga mereka sendiri. Mereka bertekad untuk memberikan kehidupan yang lebih baik untuk anak-anak mereka.
• Kaum muda Muslim di Indonesia memandang identitas diri mereka terutama sebagai orang Muslim, baru kemudian sebagai warga negara Indonesia.
• Lebih dari 90 persen kaum muda Muslim Indonesia mengatakan bahwa percaya kepada Tuhan adalah penting, dan lebih dari 60 persen mengatakan bahwa menjadi seorang Muslim yang baik adalah penting.
• Bagi kaum muda Muslim Indonesia, agama adalah pegangan psiko-sosial yang penting untuk menjamin masa depan yang mereka inginkan di hadapan gejolak perubahan yang dialami masyarakat Indonesia.
• Hanya 13,5 % dari kaum muda Muslim menyetujui poligami. Jauh lebih banyak perempuan muda yang tidak setuju dengan poligami daripada laki-laki muda.
• Kaum muda Muslim di Indonesia akan lebih taat menjalani ritual agama bila ada elemen kontrol sosial.
• Para responden perempuan lebih menekankan identitas Islam mereka dan lebih konsisten menjalankan ibadah agama daripada responden laki-laki.
• Hampir 90 persen dari kaum muda Muslim Indonesia memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi terhadap orang lain. Namun pada saat yang sama, mereka peduli terhadap kepentingan diri, mempunyai ambisi untuk mencapai tujuan mereka dan membentuk masa depan mereka secara mandiri.
• Ketergantungan terhadap teknologi merubah gaya hidup kalangan muda Muslim Indonesia secara drastis, khususnya kawula muda yang tinggal di perkotaan.
• Sebagian besar kalangan muda Muslim Indonesia menerima situasi politik dan ekonomi Indonesia pada masa kini. Lebih dari 60 persen menganggap bahwa Indonesia berada di jalan yang benar.
• Lebih dari 70 persen kalangan muda Muslim Indonesia menganggap bahwa rakyat mempunyai kekuatan untuk menggantikan pemerintahan yang mereka tidak kehendaki.
• 49 persen kalangan muda Muslim Indonesia tidak menganggap bahwa pemimpin agama harus menggantikan peran para POLITIKUS.
• Lebih dari 70 persen responden tidak bermasalah jika wanita mengambil alih peran kepemimpinan di masyarakat.


TANGGAPAN KAUM MUDA TERHADAP PELAKASANAAN AGAMA
No
Indikator/Shalat
Indonesia
Malaysia
Indonesia/Puasa
Malaysia
1
Selalu
30.2
28,7
59,6
64,2
2
Sering
29,4
22,2
30,7
23,4
3
Kadang-kadang
39,4
45,7
8,9
12,2
4
Tidak pernah
0,7
3,5
0,7
0,2
5
Tidak tahu
0,3
-
0,2
-

PEROLEHAN PENDIDIKAN AGAMA DI MALAYSIA
No
Indikator/Shalat
Malaysia
1
Guru Lokal
39.9
2
Orang Tua
34,3
3
Kelompok Pengajian
12,3
4
Buku/Majalah
8,0
5
Internet
4,2
6
Teman
1,0
7
Lain-lain
0,3

Survei  terhadap Pemuda di Jakarta lewat 59 Sekolah Swasta, dan  41 Sekolah Negeri: cenderung radikal

Bagi kaum muda masa kini. Ini mungkin mencerminkan interpretasi responden pada kenyataan obyektif dan pemikiran temanteman mereka daripada nilai-nilai subyektif yang mereka anut. Walau hampir semua responden setuju bahwa “komunikasi teknologi”, “pendidikan universitas” dan “sukses dalam karir” sebagai “keren”, pandangan mereka berbeda pada apakah “kerja mandiri”, “pernikahan”, “keterlibatan politik”, “busana bermerek”, “Uni Eropa”, “makanan sehat” dan “mencoba narkoba” adalah “keren” atau “basi”. Bahkan hampir ada perpecahan antara mereka tentang apakah “kesetiaan” dan “bertanggung jawab kepada orang lain” dipandang “keren” atau “basi”. Yang menarik, lebih dari sepertiga responden merasa bahwa mencoba narkoba adalah “keren”, sedangkan kurang dari 1% mengatakan bahwa mereka sendiri mencoba narkoba (37,2% menyatakan mencoba narkoba keren.
Simpulan hasil survei terhadap kaum muda Muslim Malaysia yaitu: lebih majemuk daripada yang terlihat atau anggapan bahwa kaum muda lebih konservatif dan otoriter terhadap masalah agama atau moral. Sejumlah kawula muda Muslim terlibat di dalam kegiatan sosial masyarakat. Walau hampir tiga-perempat dari para responden mengaku “aktif di organisasi kelompok, di kantor atau kegiatan di sekolah, sekolah tinggi atau universitas”, diduga hanya satu dari empat yang aktif di organisasi kepemudaan, LSM, klub atau organisasi kemasyarakatan. Partisipasi di dalam partai politik dilaporkan sekitar 14,2%. Tiga-perempat dari kaum muda Muslim Malaysia mengatakan bahwa mereka tidak begitu tertarik, atau tidak tertarik dengan politik.  Sebaliknya, sekitar dua-pertiga mengaku puas dengan keadaan ekonomi dan percaya bahwa negara bergerak ke arah yang benar. Sisanya tidak setuju.
Cara para responden menjaga jarak dari politik dapat dilihat dari rasa apatis mereka terhadap menggunakan hak untuk memilih. Dari para responden yang memenuhi syarat untuk memilih, sebanyak 66,3% tidak mendaftarkan diri untuk memilih, sedangkan 20% tidak pernah memilih walau nama mereka di registrasi dalam daftar pemilih. Walau perempuan lebih sadar di dalam menggunakan
Penemuan survei telah menunjukkan pelbagai pernyataan yang bertentangan dan penuh dengan kontradiksi. Walau mereka berpendirian sangat konservatif tentang permasalahan-permasalahan agama dan moral, kaum muda Muslim Malaysia tidak ketat dalam mentaati ibadah agama mereka seperti salat lima kali sehari, membaca Alquran atau berpuasa pada bulan suci Ramadan. Walaupun mereka mengatakan bahwa keyakinan pada Tuhan dan menjadi Muslim yang lebih baik merupakan hal-hal yang paling penting di kehidupan para responden, ereka lebih suka menonton televisi, mendengarkan musik atau berselancar internet di waktu senggang mereka daripada pergi ke mesjid.
Walaupun kaum muda Muslim sangat menghargai orang tua mereka dan bergantung kepada mereka untuk bimbingan, para responden merasa bahwa pada akhirnya mereka dapat melakukan kehendak mereka. Hal ini menunjukkan bahwa para responden seringkali dapat mengambil keputusan sendiri. Walaupun kaum muda Muslim mengatakan bahwa mereka tidak begitu tertarik dengan politik, namun mereka percaya terhadap kekuatan rakyat atau “Peoples’ Power”: mereka memandang partai oposisi sebagai bagian yang penting dari demokrasi dan menghargai kebebasan berbicara dan berkumpul.
Walaupun kaum muda Muslim Malaysia memandang Osama bin Laden sebagai pejuang kebebasan (persisnya 62,4 % responden), mereka menolak kekerasan. Penting untuk mempertimbangkan bahwa di Malaysia, kaum muda Muslim selalu diingatkan tentang kewajiban mereka dan bagaimana menjadi umat Muslim yang lebih baik oleh orang tua, pemimpin agama, media yang dikontrol pemerintah, guru dan lainlain.
Selain itu, kawula muda menghadapi tekanan dari kelompok-kelompok sosial di sekolah, universitas atau tempat kerja. Pada saat yang sama, kawula muda Muslim Malaysia masa kini berada pada dunia yang sudah  mengalami globalisasi. Teknologi modern  yang tersedia dan tidak dibatasi di Malaysia telah menjadi bagian penting dari kebudayaan kawula muda. Hampir 85% kaum muda menggunakan internet, sehingga membawa mereka melampaui batas negara dan membuka diri mereka kepada kebudayaan, pandangan, dan sistem-sistem nilai yang berbeda.
Diharapkan agar masyarakat ikut berperan untuk menangkal radikalisme dengan berbagai cara, di antaranya adalah dengan membantu pelaksanaan progam deradikalisasi dan turut mensosialisasikan bahaya radikalisme. “Kita harus mengembalikan ajaran Islam kepada substansi yang benar dan sebenar benarnya”.
Dr. KH. Hasyim Muzadi (Mantan Ketua Umum PBNU), mengatakan bahwa radikalisme bisa tumbuh jika tidak ada keseimbangan antara pendekatan fiqih dan pendekatan dakwah. Oleh karenanya ia berharap agar para mubaligh mencontoh pola dakwah Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah yang dinilainya lebih seimbang dan moderat.
Sementara itu, Prof. Komaruddin Hidayat, MA, menekankan perlunya pembentukan karakter pada dunia pendidikan, termasuk pentingnya penekanan civic education. Selain itu dia berharap ke depan MUI dan instansi terkait agar menyiapkan materi-materi yang disiapkan khusus bagi mubaligh, lebih khusus bagi para khotib. Hal ini diharapkan agar khutbah jum’at yang rutin itu lebih berkualitas dan mengenai sasaran.
Lebih lanjut dia mencontohkan, “sekarang ada fenomena menarik yakni banyak orang yang terdidik tidak tertarik mengikuti khutbah jum’ah dan hanya datang ketika waktu shalat saja, karena di sana (isi khutbah) tidak menyejukkan tetapi sebaliknya”. Masih di tempat yang sama, mantan Menteri Agama, KH. Tolhah Hasan, memberikan komentarnya terkait dengan target workshop kali ini, “Radikalisme sulit diatasi hanya dengan wacana saja, karena dia sudah memiliki dalil yaitu dia tidak pernah mengakui salah dan tidak pernah mengakui kebenaran orang lain”.
Mencermati realitas fenomena terorisme yang bersifat kompleks dan multi dimensional, serta penanganannya yang memerlukan kerjasama multi sektor, peserta workshop akan menggodok beberapa permasalahan dan membuat rekomendasi yang nantinya dijadikan masukan bagi pengambil kebijakan agar penanganan terorisme dapat dilakukan secara komprehensif dan terintegrasi. (file:///D:/AGAMA/radikal/183-terorisme-harus-dicegah.html, 26 Desember 2011).
Yang menarik, salah seorang peserta  workshop yang tak mau disebut namanya mengingatkan, para ulama yang diundang BNPT hendaknya bersikap kritis terhadap program deradikalisasi yang hendak dirumuskan. Jangan sampai, program deradikalisasi justru menggiring ulama untuk menjadi corong dan jurubi cara Densus 88.
Jika ada penanganan kasus teroris yang dirasa amat berlebihan dan penuh kejanggalan, ulama dan tokoh masyarakat juga harus peka, sekaligus mendakwahi pemerintah dalam menangani teroris. Jika tidak terbukti terlibat terorisme, ulama tentu harus melakukan pembelaan terhadap pihak yang tertuduh. Ulama sejogianya tidak dibrand-washing untuk menelan mentah-mentah proyek deradikalisasi. Jangan pula tergiur dengan proyek deradikalisasi yang pada akhirnya dapat merugikan umat Islam sendiri.
Ulama tetap harus mengatakan yang haq itu haq, dan yang batil itu batil. Jangan karena pesanan tertentu, ulama menjadi tidak kritis. Sehingga menyampaikan informasi yang salah, dan belum terbukti kebenarannya. Ulama bisa menjadi jembatan terhadap pihak yang memiliki pola pikir yang salah. Ulama tidak boleh didikte dengan kekuatan politik tertentu atas nama deradikalisasi. “Penanganan terorisme tidak boleh pake perasaan,” (file:///D:/AGAMA/radikal/10148-proyek-deradikalisasi-bnpt-cuci-otak-ulama-ormas-islam-dan-takmir-masjid.html).
Penanggunangan maraknya gerakan gadikalisme dan terorisme harus melalu dua jalan; “Pertama, Soft Approach-Deradikalisasi melalui counter radikal ideologi (Dakwah bil hikmah, Pendirian pusat kajian pada perguruan tinggi dan pesantren), rehabilitation program (pelaku, keluarga dan korban) dan reintegrasi (pelaku dan keluarga). Kedua, Hard Appoach-Law Enforcement yang mencakup tindakan tergas terhadap pelaku, sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku dan memutus jaringan teroris”. Untuk itu, di kampus-kampus diperlukanlah pendirian dan terbentuknya Pusat Kajian Deradikalisme Agama yang ditetapkan pada Kemenag dan Kemendiknas” (file:///D:/AGAMA/radikal/Pembentukan%20Pusat%20Kajian%20Deradikalisme%20Agama.htm).
Mencermati fenomena tersebut, maka beberapa program aksi untuk generasi muda Islam, yaitu:
1.    Intensifkan pengkaderan pemuda melalui organisasi sosial (Ormas) keagamaan Islam.
2.    Kembangkan pengkajian Islam dengan menampilkan nara sumber yang memahami Islam secara mendasar
3.    Intensifkan peran masjid sebagai lembaga/media pengkaderan pemuda muslim.
4.    Pendidikan budi pekerti melalui pendidikan sekolah dan pendidikan masyarakat melalui keteladanan guru dan orang tua.
5.    Keteladanan pemimpin dan aparat pemerintah dalam berbagai dimensi kehidupan (pelayanan administrasi, pendidikan, bantuan sosial ekonomi, dan keamanan)

DAFTAR SUMBER
Suryana Asep, dkk. Pemuda Muslim Asia Tenggara (Survei di Indonesia dan Malaysia). Jakarta:  Christiane Jekeli, Goethe-Institut Indonesien.
file:///D:/AGAMA/radikal/10148-proyek-deradikalisasi-bnpt-cuci-otak-ulama-ormas-islam-dan-takmir-masjid.html. Akses, 26 Desember 2011.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar